Kebutuhan protein di Indonesia sangat besar, dengan produksi yang masal, produksi usaha ayam broiler mampu menyediakan alternatif kebutuhan protein dengan harga terjangkau kepada masyarakat. Dengan penduduk 270 juta-an jiwa pada tahun 2022, maka kebutuhan konsumsi masyarakat juga tinggi. Kendala dalam pemenuhan konsumsi protein di Indonesia antara lain pemerataan supply dan harga. Hal tersebut menyebabkan daging, sebagai alternatif sumber protein, menjadi langganan kenaikan harga/ inflasi secara nasional. Dimana ada ketidakpastian, disitulah ada peluang bagi pengusaha. Kondisi tersebut menunjukkan usaha penyediaan protein, khususnya sektor ayam pedaging/broiler masih memiliki prospek.Tantangan dan kelemahan di sektor usaha ayam pedaging Pasar di bidang usaha ayam broiler di Indonesia, merupakan pasar oligopoli. Pasar didominasi oleh dua perusahaan besar yang menguasai pasar dari hulu ke hilir. Dengan kondisi tersebut ada risiko bagi para peternak mandiri dalam berusaha, karena dengan kekuatan modal dan jaringan perusahaan besar bisa menghilangkan perusahaan kecil dari pasar. Dengan kondisi pasar tersebut, harga di pasar sangat berfluktuasi sehingga tidak ada jaminan dengan produksi yang baik akan memberikan keuntungan kepada para pelaku usaha.Bagi pelalu usaha sektor ini juga menunjukkan tantangan untuk masuk (barier to entry), terutama dari sisi permodalan. Untuk memulai usaha di sektor peternakan ayam pedaging, kendala yang ada yaitu usaha dengan padat modal dan jumlah masal, serta dengan keuntungan per ekor (yielts/margin) yang relatif tipis. Namun dengan kuantitas besar, potensi hasilnya juga besar.Teknologi yang digunakan semakin berkembang menuju otomasi, sehingga peternak kecil sulit untuk melakukan akses. Kekuatan dan Peluang di sektor usaha ayam pedaging Fluktuasi harga yang besar menjadikan peluang keuntungan yang besar juga di sektor ini. Selain itu, dengan kondisi pasar oligopoli, pengusaha pemula masih memiliki alternatif untuk melakukan kerjasama dengan perusahaan yang lebih mapan. Hal tersebut juga didukung oleh regulasi dari pemerintah yang mengharuskan perusahaan untuk membuka kemitraan, sehingga perusahaan induk tetap membutuhkan mitra untuk berusaha. Terdapat alternatif bagi perusahaan, bagi yang memiliki permodalan yang kuat bisa berdiri sendiri atau mandiri dalam berusaha. Dengan konsekuensi keuntungan dan risiko juga ditanggung sendiri. Karater ini cocok untuk tipe investor agresif. Namun bagi investor moderat, bisa mengambil jalan tengah dengan bekerjasama dengan perusahaan induk dengan pola kemitraan, karena risiko dan keuntungan juga dibagi dalam pola ini.Pada akhirnya pilihan model bisnis tersebut ditentukan oleh karakter investor tersebut. Termasuk yang mana kah Anda. <SO>